AKKHI PUJA (PUJA MELALUI MATA)

Buddha Footprint

Namo Sakyamuni Buddhaya.
Namo Sabba-buddhanam.

Terpujilah, Hormatku bagi Buddha Gotama.
Terpujilah, Sujudku pada Semua Buddha.

Melihat, menatapNya,
Rupang, simbol, maupun wakil keberadaanNya,
Yang ditunjuk, dinyatakan pada Yang Arya Ananda,
Pohon Bodhi maupun relik tubuh.

Dengan mata yang memuja,
terlingkupi kegembiraan,
Keyakinan, keteduhan,
hati yang terjernihkan bakti.

Kamma yang lahir dari sana,
mampu membebaskan seorang,
dari penyakit mata, terberkahilah ia,
dengan mata yang memancarkan keindahan,
bersinar dengan 5 warna,
Biru gelap sebagai yang utama,
selama 100.000 Mahakappa atau lebih.

Setiap kelahirannya penuh keberkahan,
hati yang lembut, lahan subur kebijaksanaan,
Lemah, keserakahan, kebencian, dan ketidaktahuannya,
tiga racun itu terjinakkan,
oleh kekuatan hati bakti padaNya.

Karena pengorbanan AgungNya,
selama waktu yang tak terbayangkan,
yang menggentarkan bahkan hati para prajurit,
ketika mendengar apa yang Ia tempuh,
demi melindungi Kebajikan,
demi memihak pada Kebenaran,
demi Kasih dan KaruniaNya pada Semesta.

Sehingga,
Bahkan bermula dari mata yang memuja,
mampu, makhluk terselamatkan,
terdukung, mereka, sehingga,
lebih mudah melaksanakan Dana,
juga Sila, Samadhi, dan Panna,
hingga Nibbana, Warisan Utama dariNya,
tercicipi para makhluk.

Belas KasihNya tak terukur,
lebih tak terbatas lagi KebijaksananNya,
KesaktianNya melampaui segala,
karena lahir dari Pengetahuan Sempurna,
akan bagaimana Sebab Akibat,
Sumber Keajaiban, Patthana, bekerja.

Akkhipuja, O, Sahabat,
Pemujaan melalui mata, melalui tatapan lembut,
penuh kasih, kerinduan bakti, bagai anak pada ayahnya.
ditunaikan Dhammasoka, Kaisar Jambudipa,
Penguasa Daratan, berjaya, bersinar dengan kekuatan,
Karena Dana lampaunya pada Sayambhu,
Para Pencerah Mandiri, Paccekabuddha,
Kekuatan perintahnya menembus langit dan bumi,
masing-masing 1 Yojana, lebih dari 26 kilometer.

Setelah berkeyakinan pada Sang Raja Kebenaran,
setelah dijinakkan oleh Samanera Nigrodha,
kakak sulungnya di kehidupan lampau,
yang bahkan walau pernah mencela Sayambhu,
namun karena bertobat dan merubah diri,
kini menjadi Araha muda,
bahkan sebelum kebhikkhuan dicicip.

Ia mengundang Raja Naga Maha Kala,
Ia, yang telah hidup sejak lama,
penyaksi Keagungan, Kejayaan, Kemuliaan,
Para Penerang Semesta,
4 yang telah berlalu.

Yang Berjaya, Kakusandha, Yang Bersinar, Konagamana,
Yang Murni, Kassapa Buddha, Yang Mulia, Gotama Buddha.
Tak mampu sang Raja Naga,
menampakkan Citra Sejati Para Sempurna.
“Mereka telah sepenuhnya terbebas,
dari tiga noda hati,
aku belum sepenuhnya terbebas,
tak’kan mampu menyamai Mereka”
dengan kerendahan hati itu,
ia semampunya menampakkan,
Citra Agung Keempat Pelindung Makhluk,
beserta Parivara, Kelompok Para Pengikut.

Terpukau, terpesona,
Pada Citra Para Mulia,
yang bersinar dengan 6 warna,
berpendar lembut, menyapu bagai kipas,
dengan ketumala,
cahaya lurus dari puncak Usnisa,
dengan 32 Tanda Manusia Sempurna,
80 Tanda Rinci, dan tak terhitung tanda keberkahan lainnya.

Keindahan yang melampai para dewa,
Brahma yang dengan satu ujung jarinya,
mampu menyinari, menerangi 100.000 tata dunia,
‘pun menjadi bak kunang-kunang di siang hari,
Para Tathagata,
Perwujudan, Gugus Materi terindah di seluruh Semesta Raya,
Bersinar dengan Cahaya Termulia,
namun sedap teduh dipandang mata,
Matahari dan rembulan, emas, perak, dan permata,
jauhlah dari perbandingan.

Dhammasoka, permaisuri, menteri, dan pengikutnya,
takjub dan memuja, melalui mata mereka,
menatap dengan segala bakti dan hormat,
hingga tujuh hari terlampaui.

Barangsiapa yang belajar,
Dhamma Agung yang dibabarkanNya,
Petapa Agung, Pemaham Semesta,
Abhidhamma, Pemapar Rahasia,
Penyingkap Semesta,
akan memahami, mengapa dapat,
bagaimana mungkin,
dalam setiap khana javana,
yang melampaui triliunan kali,
muncul dan lenyap di arus hati setiap detiknya,
kamma yang terhasilkan,
ketika menatap lembut Sang Buddha,
Rupang, maupun wakilNya,
Pohon Bodhi, Daun, maupun tunasnya,
Relik tubuh, Pagoda, StupaNya,
maupun Teratai, dan Roda Dhamma.

Bagaimana mampu, kamma itu,
menyebabkan ketidakjatuhan suatu makhluk,
hingga 100.000 Mahakappa atau lebih,
menikmati kejayaan,
manusia dan para dewa.

Bagai Matthakundali, menatap Sang Guru,
hanya di penghujung kematiannya,
juga Manduka dewa,
yang lahir di Tavatimsa,
setelah meninggalkan tubuh kataknya,
ketika terpukau mendengar suara Sang Muni.

Walau Ia Parinibbana,
namun Sakka menyatakan,
Raja para Dewata, Ia yang bermata Seribu,
Pelindung Keadilan Dunia,
Pelayan Sang Petapa Agung,

“Dengan hati penuh bakti,
Tiada, pemberian yang terlalu kecil,
Ketika diberikan kepada Tathagata, atau siswaNya.

Terlepas dari ketika Ia masih berada,
maupun telah Parinibbana,
Hati yang sama, hasilkan buah yang sama.
Karena dari kualitas hatilah, makhluk lahir ke alam menyenangkan.”

Tentu Dhamma perlu dipahami,
bukan dengan hati yang licin, licik,
hanya yang tulus ingin bersinar,
dengan segala kejayaan Kebenaran,
mampu menyentuh makna sejati,
dari segala pernyataan Para Bijak.

Kekuatan Kebajikan tersebut,
adalah potensi yang maksimal,
bila tidak terlemahkan,
tergunakan untuk menetralisir,
segala buah kejahatan lainnya.
Seperti mereka yang melakukan Lima,
Perbuatan Kamma yang berat,
Membunuh ayah bunda,
Araha, Lukai Sang Tathagata,
dan memecah-belah Sangha.

Mungkin bagi mereka,
ketanpajatuhan bukan buahnya,
namun jauh terlemahkan,
siksaan kejahatan itu.

Bagai Ajatasattu, pembunuh ayahnya,
yang baik dan lembut,
Raja dermawan bagi rakyatnya,
umat awam penuh bakti,
pada Tathagata dan siswaNya,
Ia yang telah bersinar,dengan buah Kesucian kedua,
Sakadagami,
yang kembali hanya sekali lagi,
ke alam para dewa dan manusia.

Ia penghormat para petapa, yang lembut pada para budak.
Setia pada sahabat, dermawan pada pengikut,
pengasih dan penyayang, pada anaknya,
Ajatasattu.

Tak terbayangkan, waktu yang seharusnya,
dialami anak yang demikian,
Seminimalnya hingga akhir Buddhantara,
terbakar lama di Avici,
Neraka Panas terdalam,
tanpa sedetikpun ketanpa-siksaan.

Satu Buddhantara,
Berdasar perhitungan tertentu,
mungkin lebih dari 280,
jumlah nol yang mengikuti angka utama,
10^281, melalui perhitungan kasar,
jumlah tahun sebanyak itu,
atau bahkan jauh melampau.

Namun karena bakti, pemujaannya,
pada Sang Buddha, dan juga Sangha,
“hanya” di lohakumbhi,
Periuk Logam Cair,
neraka minor, bukan Avici,
dan 60.000 tahun, menjadi batasnya,
bayangkan betapa jauh teringan,
dibanding waktu dan tempat pertama.

Dan bukan hanya itu,
sudah pasti ia akan menjadi,
Sayambhu, Paccekabuddha,
Sang Pencerah Mandiri,
Ladang Kebajikan Para Makhluk,
di masa kegelapan.

Sungguh, tiada yang percuma,
Kekuatan Kebajikan pada Sang Penakluk,
Abadi, kekuatan manfaat dan Perlindungannya.
Sekecil apapun upaya yang dilakukan,
dalam Sasana Agung, Ajaran Sang Muni,
akan menjadi Pelindung Dahsyat,
di hadapan segala bahaya besar.

Saat Sang Mata Dunia Padam Sempurna,
demi melindungi hidupnya,
para menteri menyiapkan 3 wadah penuh ghee,
mentega cair dan obat lainnya,
setelah membaringkannya ke dalam kolam,
barulah mereka menyampaikan berita,
tentang Parinibbananya Sang Agung.

Pingsan dan karena panas tubuhnya,
Tiga kali kolam itu mendidih,
menggelegak menerima panas hatinya,
yang terbakar kesedihan,
berpisah dengan Sang Guru.
Demikian dalam cinta dan baktinya,
pada Sang Penyelamat Semesta.

Tentu bila saat itu,
bila Sang Raja juga melaksanakan,
Sila dan bahkan Bhavana,
Meditasi pemurni hati,
jauh berkurang waktu siksaan,
yang mungkin dapat dinikmatinya.

Karena saat itupun,
ia tetap sibuk berperang, membunuh,
memecah belah, merebut, beringas,
ingin menguasai, ingin mencaplok,
tanah milik negarawan lain.

Kamma buruk bagai garam,
kamma baik seperti air.
 
Kamma buruk bagai meteor,
kamma baik bagai atmosfer.
 
Kamma buruk bagai panah,
Kamma baik bagai perisai.

Bagi mereka yang telah menyentuh penuh,
Elemen Murni, Ketanpamatian,
Dengan pikiran yang halus termurnikan,
api neraka tak’kan mampu menyentuhnya,
selamanya Ia aman, terbebas,
apapun, apapun, apapun yang pernah dilakukannya,
dalam kehidupannya terdahulu.

Bagai Yang Mulia Angulimala Thera,
Lebih dari 1000 manusia ia bunuh,
walau yang terhitung hanya 999,
karena sebelum ia untai jadi kalungan,
sebagian habis dimakan burung.

Dalam satu kehidupan itu,
pembantaian besar Ia lakukan,
namun karena berhenti dan berbalik arah,
rajin berlatih dan bertapa,
Sempurnalah Ia selamanya,
Terbebas telah dari segala derita.

Barangsiapa yang sebelumnya lengah,
Namun kemudian, ia tak lagi lengah,
Ia, menyinari dunia ini,
Laksana purnama yang terbebas dari awan.
 
Perbuatan jahat yang telah dilakukannya,
Dilampaui dengan kebajikannya,
Ia, menyinari dunia ini,
Laksana purnama yang terbebas dari awan.
 
Bhikkhu, yang walaupun muda,
Bergiat dalam Ajaran Sambuddha,
Ia, menyinari dunia ini,
Laksana purnama yang terbebas dari awan.

Inilah Jalan Pemurnian, Inilah Jalan Penyucian,
Inilah Jalan Pertobatan,
Yang tak menghakimi, yang berwelas asih,
Yang Agung, Yang Indah,
Yang Sempurna.

Marilah, O, Para Sahabat,
Mari pusatkan seluruh Kebajikan,
pada Tekad Mulia, Tekad Agung,
Perwujudan Tertinggi Cinta Kasih,
yang berpadu Kebijaksanaan Agung:

Biarlah dengan segenap kekuatan
Samudera Kebajikan, Samudera Parami,
Biarlah dengan seluruh kekuatan
Semua Buddha, Semua Dhamma,
Semua Paccekabuddha, Semua Sangha,
Biarlah dengan seluruh kekuatan Niyama yang bermanfaat,

Biarlah saya, anda, dan semua makhluk
tanpa batas tanpa hingga di seluruh Semesta Raya,
 
Senantiasa, selamanya berdiam
dalam Kekuatan Penyembuhan dari Kebajikan dan
selamanya bersinar
dalam Kekuatan Transformasi dari Kebijaksanaan.
 
Biarlah saya, anda, dan semua makhluk
tanpa batas tanpa hingga di seluruh Semesta Raya,
 
menikmati Pembebasan Sempurna, Arahatta,
Sesegera mungkin, secepat mungkin,
Senyaman mungkin,
Seefektif, seefisien mungkin,
dalam saat ini juga,
Sekarang juga.

By the power of All Merit, All Parami,
All Buddha, All Dhamma, All Paccekabuddha, All Sangha,
All Beneficial Niyama,

May I, may you, may All Beings in the entire Universe
Eternally dwell in Healing Kindness, and
shine in Transformative Wisdom.

May I, may you, may All Beings in the entire Universe
enjoy the Utmost Liberation,
Arahantship,
as soon as possible, as comfort as possible,
as effective, as efficient as possible
in this very moment,
Now.

Biarlah Segala Berkah, selamanya, Beserta.
May all Blessings, eternally, Be.